Lewat Djam Malam: Tontonan Favorit Kelas Atas

Ketidakbecusan polisi di dunia nyata beberapa minggu ini selalu jadi berita. Hanya oknum katanya, tapi begitu banyaknya. Pada Lewat Djam Malam, cerita orang berseragam lainnya yaitu mantan tentara pejuang dikisahkan Usmar Ismail lewat Iskandar (A. N. Alcaff). Hanya sehari semalam, tapi panjang sekali hari Si Iskandar.

Iskandar baru saja keluar dari dinas ketentaraannya. Ia menumpang di rumah kekasih yang begitu lama ia tinggalkan, Norma (Netty Herawati). Ayah sang kekasih tak suka melihatnya hanya diam saja di rumah dan lewat koneksinya, Iskandar diberikan pekerjaan membantu-bantu di kantor gubernur. 

Tanpa penjelasan apa yang harus ia kerjakan, Iskandar membatu di depan tumpukan kertas-kertas. Belum lagi harus menghadapi pendapat koleganya kalau ia mendapat pekerjaan dari ‘orang dalam’, Iskandar makin terpojok. Ia akhirnya justru terlibat konflik dan memutuskan pergi dari kantor yang baru beberapa jam saja ia datangi.

Merasa tidak ada yang mengerti dirinya, Iskandar akhirnya kembali mencari koneksi emosional ke koleganya yang lebih dulu keluar dari kedinasan.Bukan empati yang didapatkannya, konflik dalam pikiran Iskandar justru makin dalam. Mimpi buruk yang selalu datang dalam tidurnya kini menjelma lebih nyata. 

Setelah dari kantor gubernur, ia mendatangi Gafar, kawannya dulu saat berdinas yang kini sudah menjadi kontraktor bangunan. Ia ingin mendatangi Gunawan, pimpinan divisinya dulu. Gafar sudah bilang untuk tidak mendatangi Gunawan. Namun Iskandar tetap menemuinya dan mengetahui Gunawan menggunakan cara-cara licik dalam berusaha. Ia bahkan ingin menggunakan jasa Iskandar sebagai mantan tentara untuk menakut-nakuti kompetitornya.

 

Iskandar tidak mau dan menemui rekan lama lainnya, Puja, yang kini menjadi germo. Ia mengobrol bersama Laila (Dhalia), satu-satunya pekerja Puja. Laila punya banyak mimpi. Beberapa di antaranya bersuamikan lelaki baik, tidak seperti mantannya. Juga berbusana indah seperti kliping yang ia kumpulkan dari potongan majalah mode terkini. Percakapan ini terasa cukup absurd dan tidak ada ujung pangkalnya. Namun kita bisa melihat bahwa tidak peduli di masa kapan pun, bahkan hanya beberapa saat setelah penjajahan, tampaknya fantasi kosumerisme dan kapitalisme sudah menyebar pada seluruh lapisan masyarakat. Dhalia sendiri meraih penghargaan di Festival Film Indonesia pertama tahun 1955 atas perannya di film ini. 

 

Realitas dan Idealisme Seorang Tentara

Sedikit banyak, film ini membicarakan idealisme Iskandar tentang bagaimana seorang harus bertindak. Orang-orang lain yang sudah lebih dulu keluar dari kedinasan memilih realitas mereka sendiri. Gafar menjadi kontraktor sukses, Gunawan adalah usahawan culas, sedang Puja seorang germo.

Sebelum sempat beradaptasi dengan dunia orang-orang ‘biasa’, Iskandar sudah dikecewakan oleh realitas. Ia tidak diterima lingkungan. Para koleganya juga terasa sangat menyimpang. 

Sebagai seorang tentara di ‘institusi’ penuh birokrasi, Iskandar hanya tahu mematuhi perintah atasan. Gambaran latar belakang budaya pada orang-orang ‘berseragam’ sepertinya sedikit disinggung di film ini. Meski kadang mempertanyakan, Iskandar tetap menjalankan instruksi. Saat ia tahu perintah atasannya didasari kepentingan pribadi, alih-alih untuk negara, ia merasa dikhianati dan sakit hati setengah mati. 

Penonton ikut mengetahui peristiwa yang terjadi saat dinas lewat kilas balik yang terjadi berkali-kali. Sedikit mengganggu karena mediumnya yang hitam putih. Tiada pembeda antara masa kini dan dulu. 

Mendekati akhir film, Iskandar tahu kebenaran terbaru dari Gafar. Keluarga yang ditembaknya atas perintah Gunawan ternyata hanyalah pengungsi. Perhiasan mereka digunakan untuk membangun bisnis Gunawan. Iskandar pun ‘terbakar’ saat dikompori Puja dan segera ke rumah Gunawan sambil menodongkan pistolnya. Iskandar ingin mantan atasannya mengakui kesalahan terdahulu. Gunawan terus menyangkal dan karena emosi Iskandar tak sengaja menekan pelatuknya. Gunawan tewas tertembak. 

Jangan Lupakan Romansa

Sejak film dimulai, kita dikenalkan pada Norma. Kekasih yang cantik dan pandai bergaul. Jangan lupakan juga bucin, budak cinta. Bahkan setelah bertahun-tahun ditinggalkan, Iskandar yang kini belum punya pekerjaan tetap ia terima dengan sepenuh hati. Saat Iskandar menghilang dari pesta pun, Norma aktif mencari dan tidak mempedulikan hampir datangnya jam malam yang riskan untuk beraktivitas.

Iskandar pun sama-sama terpanah asmara. Setelah pergi ke mana-mana, akhirnya ia akan kembali ke Norma. Begitu juga setelah membunuh orang, yang terpikir hanya kekasihnya. Iskandar berusaha berlari menuju rumah Norma. Ia lupa jam malam sedang berlaku. Tepat di depan rumah Norma, Iskandar ditembaki tentara.

Arsip Film Indonesia

Sebagai sebuah film, Lewat Djam Malam mendokumentasikan zaman sehingga sangat penting keberadaannya. Restorasi agar film ini dapat diputar kembali dilakukan bersama Laboratorium L’Immagine Ritrovata, Bologna, Italia. Bekerjasama dengan National Museum of Singapore (NMS) dan World Cinema Foundation. 

Film Lewat Djam Malam berlatar di Bandung setelah Indonesia mengumumkan proklamasi kemerdekaannya dari Belanda. Tentara berusaha mengendalikan situasi saat itu dengan memberlakukan jam malam. Adegan muda-mudi berdansa-dansi sambil menyanyikan lagu Rasa Sayange amat menarik ditonton. Riuh. Jadi potret sebagian kaum dengan privilege saat itu. Kontras busana Norma dan Laila juga jadi poin plus penggambaran perbedaan kelas pada zaman dulu.

Akting para pemainnya sangat kental bernuansa teatrikal. Agak berbeda dengan pengadeganan filmis yang kini umum dikenal. Hal ini tidak mengherankan mengingat para pemainnya juga berasal dari panggung-panggung sandiwara, seperti A. N. Alcaff dan Netty Herawati. Akting jempolan A. N. Alcaff bahkan diganjar penghargaan Festival Film Indonesia di tahun 1955. Juga menjadi salah satu faktor Lewat Djam Malam memenangkan kategori film terbaik di ajang yang sama.

Hanya saja, akting yang teatrikal ini, menurut akademisi Dag Yngvesson, membuat film lebih digemari kalangan A dan B. Kelas atas. Masyarakat bergolongan C dan D umumnya tidak menyukai film Lewat Djam Malam. Sepertinya saya juga termasuk salah satu di antara golongan tersebut. Durasi panjang dengan warna hitam putih membuat saya berjuang menyelesaikan film ini. Meski begitu, film ini tetap layak jadi salah satu tontonan wajib untuk mengetahui sejarah perfilman Indonesia yang cukup panjang.

Lewat Djam Malam | 1955 | Sutradara: Usmar Ismail | Penulis: Asrul Sani | Pemeran: A. N. Alcaff, Netty Herawati, Dhalia, Awaludin, Bambang Hermanto